twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Friday, April 12, 2013

Urgensi Ekonomi Islam

“…Allah telah menghalalkan bagimu jual-beli, dan mengharamkan bagimu riba…” (Al Baqarah: 275)
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka…” (At Taubah: 111)

Urgensi Ekonomi
Ekonomi merupakan sebuah aktifitas dasar manusia dalam rangka memenuhi naluri mereka untuk tetap bertahan hidup semampu mereka di dunia ini. Mereka melakukan apa saja yang mereka mampu, sehingga segala kebutuhan hidupnya dapat terlayani dengan maksimal. Pelayanan kebutuhan ini pun terus berkembang bukan hanya jenis pelayanan dari variasi kebutuhan, tapi juga kualitas pemenuhan kebutuhan itu sendiri.

Dari dua penggal pertama kalimat Allah SWT yang ada dalam kitab-Nya Al Qur’an diatas, tergambar dua maksud yang diinginkan Allah SWT terhadap manusia yang tengah menjalani masa hidupnya di dunia. Pertama, bahwa aktifitas manusia dalam bertahan hidup untuk mencapai kemenangan dunia-akhirat salah satu tumpuannya adalah pada aktifitas ekonomi, dan aktifitas utama ekonomi adalah jual-beli. Kedua, bahwa segala aktifitas ekonomi tersebut tidak lepas dari konsep ibadah kepada Allah SWT. Dan pada penggal terakhir dari firman Allah SWT diatas, ditegaskan bahwa untuk kepentingan kehidupan manusia tersebut Allah SWT menyediakan segala keperluan mereka, baik keperluan lahir dan bathin.

Dan dalam praktek ibadah, Islam memiliki prinsip-prinsip dan aturan-aturannya sendiri, ia memiliki konsekuensi yang khas. Islam tidak memenjara hak individu secara mutlak, tapi juga tidak membebaskan mereka secara total sehingga dapat menganiaya manusia lain dan lingkungannya. Islam mengatur aktifitas kehidupan secara moderat dengan asas keadilan dan keseimbangan, sehingga keselamatan terjaga, kesejahteraan dirasakan dan kedamaian didapatkan.

Selanjutnya islam memandang bahwa hidup di dunia hanyalah sebagian kecil dari perjalanan kehidupan manusia, karena setelah kehidupan dunia ini ada kehidupan akhirat yang kekal abadi. Namun demikian, nasib sesorang di akhirat nanti ditentukan oleh apa yang dikerjakannya di dunia. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW, al dunya mazra’at al akhirat (dunia adalah ladah akhirat). Konsekuensinya ajaran islam tidak hanya terbatas pada masalah hubungan pribadi antara seorang individu denan penciptanya (hablun minallah) namun juga hubungan antar sesama manusia (hablun minannas), bahkan juga hubungan dengan makhluk lainnya termasuk dengan alam dan lingkungannya.

Dalam Islam bentuk konkrit dari kesuksesan manusia dalam hidupnya adalah menjadi penghuni syurga. Dan untuk mendapatkan itu Islam memiliki aturan, prinsip atau bahkan konsekuensi-konsekuensi yang harus dilaksanakan oleh manusia baik secara individual maupun secara kolektif, pada seluruh aktifitas hidupnya. Dalam aktifitas ekonomi khususnya, Islam diyakini memiliki sistem yang sempurna bagi manusia dalam rangka memperoleh kesuksesan hidup tadi. Sistem yang ditawarkan Islam ini lebih luas cakupannya jika dibandingkan dengan sistem yang dimiliki konvensional. Sistem ini tidak hanya meliputi mekanisme praktis, tapi juga meliputi prilaku moral manusia; individual dan kolektif. Menurut Husein Shahhatah, Dalam bidang muamalah maliyah ini, seorang muslim berkewajiban memahami bagaimana ia bermuamalah sebagai kepatuhan kepada syari’ah Allah. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah, maka ia akan terperosok kepada sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia sadari. 

Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab berkeliling pasar dan berkata :
لا يبع في سوقنا الا من قد تفقه في الدين 
“Tidak boleh berjual-beli di pasar kita, kecuali orang yang telah mengerti fiqh (muamalah) dalam agama Islam” (H.R.Tarmizi)

*Cakupan Islam
Akidah 
Syariah
Akhlaq

Terkait dengan akidah, karena akidah adalah pokok-pokok keimanan maka akidah sifatnya kekal dan tidak mengalami perubahan baik karena perubahan zaman maupun perubahan tempat. Sejak zaman Nabi Adam AS sampai sekarang dan diujung dunia manapun persoalan akidah akan tetap konstan. Seperti ditegaskan oleh Allah SWT dalam Qur’an :

Dia telah mensyariatkan bagi kamu dalam agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim , Musa dan Isa tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Terkait dengan syariah Allah SWT berbeda di masing-masing zaman sesuai dengan peradaban manusia. Oleh karena itu syariat yang berlaku di zaman Nabi Nuh AS berbeda dengan zaman nabi Musa AS, berbeda pula dengan zaman nabi Muhammad SAW1. Sebabnya ialah karena setiap umat menghadapi situasi dan kondisi yang khas dan unik sesuai dengan keadaan mereka sendiri hal ikhwal dengan jalan pikirannya serta perkembangan kerohaniannya. 

Dengan latar belakang diatas, para ulama telah merumuskan suatu kaidah dasar dalam syariat yang disebut dengan dua hokum asal yakni hokum asal ibadah dan hokum asal muamalah. Hokum asal muamalah menyatakan bahwa segala sesuatu dilarang kecuali yang ada petunjuknya dalam Qur’an atau sunnah sehingga tidak boleh lagi melakukan penambahan dan atau perubahan. Di lain piha hokum asal muamalat menyatakan bahwa segala sesuatunya dibolehkan kecuali yang dilarang dalam Qur’an dan atau sunnah. Disini terdapat lapangan yang luas sekali terkait muamalah. Nabi bersabda : “antum a’lamu bi umuuri dunyakum” (kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian). Yang diperlukan hanyalah mengidentifikasi hal-hal yang dilarang dan menghindarinya.

Oleh : Nanung Karnasi Wibowo
0 Comments
Tweets
Komentar

No comments:

Post a Comment

 

Blogger news

Blogroll

About

Blog ini merupakan buah pikiran peserta Kelompok Risearch Ekonomi Syariah (KORSES), yang didirikan oleh: Umar Faruk Fazhay, Ahmad Qusyairi As-Salimy, Ann Madiyah dan Syamsul Ma'arif. perjalan dalam pendirian KORSES ini bisa di katakan terjal dan berliku, terlebih dalam teori dan konsep yang tidak matang-matang. selain itu blog ini menerima kiriman artikel atau opini yang berbau ekonomi islam.